Fatwa sayyid Abdur-Rahman bin Musthofa Al-Idrus
Al-Allamah
sayyid Abdurrohman bin musthofa Al-Idrus ( tinggal di mesir ),
menyatakan (dalam penjelasan Beliau tentang sholawatnya sayyid Ahmad
Al-Badawi. Komentar ini di tulis dalam kitab yang berjudul ” Miraatu
Al-Syumus fi manaqibi Aali Al-Idrus “):
bahwa
di akhir zaman nanti, ketika sudah tidak di temukan seorang murobbi
(Mursyid) yang memenuhi syarat, tidak ada satu pun amalan yang bisa
mengantarkan seseorang wushul (ma’rifat) kepada Allah kecuali bacaan
Sholawat kepada Nabi SAW, baik dalam keadaan tidur maupun terjaga.
Kemudian setiap amalan itu mungkin di terima dan mungkin juga di tolak
kecuali bacaan sholawat kepada Nabi SAW yang pasti di terima, karena
memuliakan kepada Nabi.
Sayyid
Abdur Rohman meriwayatkan keterangan tersebut berdasarkan kesepakatan
ulama’. Ketahuilah sesungguhnya para ulama’ telah sepakat atas
diwajibkannya membaca “Sholawat dan Salam” untuk Baginda Nabi SAW.
Kemudian mereka berselisih pendapat mengenai “kapan” kewajiban itu harus
dilaksanakan?. Menurut Imam Malik, cukup sekali dalam seumur. Menurut
Asy-Syafi’i, wajib dibaca pada tasyahud akhir dalam sholat fardhu.
Menurut ulama’ lainnya, wajib dibaca satu kali dalam setiap majlis. Ada
juga ulama’ yang berpendapat, wajib dibaca setiap kali mendengar nama
nabi disebut. Dan ada juga yagn mengatakan wajib untuk memperbanyak
sholawat, tanpa di batasi bilangan tertentu. Secara umum, membaca
sholawat kepada nabi, merupakan hal yang agung dan keutamaannya pun
sangat banyak.
Membaca
sholawat, merupakan bentuk ibadah, yang paling utama dan paling besar
pahalanya. Sampai-sampai sebagian kaum “arifin”, mengatakan :
“sungguhnya sholawat itu, bisa mengantarkan pengamalnya untuk ma’rifat
kepada Allah, meskipun tanpa guru spiritual ( mursyid )” .
Karena
guru dan sanadnya, langsung melalui Nabi. Ingat ! setiap sholawat yang
dibaca seseorang selalu diperlihatkan kepada beliau dan beliau
membalasnya dengan do’a yang serupa ( artinya nabi tahu siapa saja yang
membaca sholawat kepada beliau dan nabi mejawab sholawat dengan do’a
yang serupa kepada pembacanya tadi ).
Hal
ini berbeda dengan dzikir-dzikir ( selain sholawat ) yang harus melalui
bimbingan guru mursyid, yang sudah mencapai maqom ma’rifat.
Jika tidak demikian, maka akan dimasuki syaithon, dan pengamalnya tidak
akan mendapat manfaat apapun”. ( Hasyisyah Ash-Showi ‘la Al-Jalalain,
Hal :287,Juz III, Toha Putra ),
Comments
Post a Comment
Saran dan Kritik anda adalah semangat kami........!