Peristiwa Hukum



BAB I
PENDAHULUAN

1. latar Belakang

Pembangunan di bidang hukum dalam negara hukum indonesia didasarkan atas landasan sumber tertib hukum, seperti terkandung dalam pancasila dan undang undang dasar 1945.

Rumusan ini dilandasi karena kehidupan setiap individu manusia takkan pernah lepas dari keterikatan hukum, untuk mentertibkan kehidupan yang bernorma harmonis dan sejahtera, maka dari itu dirasa sangat perlu sekali kita mempelajari lebih jauh mengenai ilmu hukum yang kita jadikan landasan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Dan pada kesempatan kali ini, pemakalah mencoba untuk sedikit mempresentasikan sekelumit pembahasan mengenai ilmu hukum terkait masala peristiwa hukum. Dengan harapan agar nantinya bisa menjadi sedikit pengetahuan yang bermanfaat dalam mewujudkan cita-cita bangsa tercinta kita ini.

2. Rumusan Masalah

1. Definisi peristiwa hukum
2. Macam-macam Peristiwa Hukum
3. Pembagian Macam-macam Perbuatan Hukum
4. Zaakwaarneming dan onrechtmatiga daad.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Peristiwa Hukum
Yang dimaksud dengan peristiwa hukum atau kejadian hukum atau rechtsfeit. adalah peristiwa kemasyarakatan yang akibatnya diatur oleh hukum, agar lebih jelas akan disampaikan beberapa contoh yang relevan dengan istilah peristiwa hukum, sebab tidak setiap peristiwa kemasyarakatan akibatnya diatur oleh hukum.
Contoh pertama :
Peristiwa transaksi jual beli barang. Pada peristiwa ini terdapat akibat yang diatur oleh hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban, sebagaimana pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa ”Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.
Contoh kedua :
Peristiwa kematian seseorang. Pada peristiwa kematian seseorang secara wajar, dalam hukum perdata akan menimbulkan berbagai akibat yang diatur oleh hukum, misalnya penetapan pewaris dan ahli waris. Pada pasal 830 Kitab Undang-undang Hukum Perdata berbunyi “Pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. Sedangkan apabila kematian seseorang tersebut akibat pembunuhan, maka dalam hukum pidana akan timbul akibat hukum bagi si pembunuh yaitu ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sebagaimana disebutkan pada pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bahwa ”Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan atau doodslag, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”.
Contoh ketiga :
Seorang pria menikahi wanita secara resmi. Peristiwa pernikahan atau perkawinan ini akan menimbulkan akibat yang diatur oleh hukum yakni hukum perkawinan dimana dalam peristiwa ini timbul hak dan kewajiban bagi suami istri. Pada pasal 31 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan berbunyi “Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum”. Sedangkan pasal 34 ayat (2) menetapkan ”Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya”.

2. Macam-macam Peristiwa Hukum
Setelah memperhatikan contoh-contoh diatas, ternyata peristiwa hukum itu dapat di bedakan menjadi 2, yaitu :
a. Peristiwa hukum karena perbuatan subyek hukum;
b. Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek hukum.
Peristiwa hukum karena perbuatan subyek hukum adalah semua perbuatan yang dilakukan manusia atau badan hukum yang dapat menimbulkan akibat hukum. Contoh peristiwa pembuatan surat wasiat dan peristiwa tentang penghibahan barang.
Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek hukum adalah semua peristiwa hukum yang tidak timbul karena perbuatan subyek hukum, akan tetapi apabila terjadi dapat menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu. Misal kelahiran seorang bayi, kematian seseorang, dan kadaluarsa (aquisitief yaitu kadaluarsa yang menimbulkan hak dan extinctief yaitu kadaluarsa yang melenyapkan kewajiban).

3. Pembagian Macam-macam Perbuatan Hukum
Dalam pembahasan mengenai peristiwa hukum dikenal dua macam Perbuatan hukum, yakni
• perbuatan hukum yang bersegi satu (eenzijdig). adalah setiap perbuatan yang berakibat hukum (rechtsgevolg) dan akibat hukum ditimbulkan oleh kehendak satu subyek hukum, yaitu satu pihak saja (yang telah melakukan perbuatan itu). Misalnya, perbuatan hukum yang disebut dalam pasal 132 KUHPerdata (hak seorang istri untuk melepaskan haknya atas barang yang merupakan kepunyaan suami istri berdua setelah mereka kawin, benda perkawinan), contoh lain adalah yang disebutkan dalam pasal 875 KUHPerdata yaitu perbuatan mengadakan surat wasiat.
• perbuatan hukum yang bersegi dua (tweezijdig). adalah setiap perbuatan yang akibat hukumnya ditimbulkan oleh kehendak dua subyek hukum, yaitu dua pihak atau lebih. Setiap perbuatan hukum yang bersegi dua merupakan perjanjian (overeenkomst) seperti yang tercantum dalam pasal 1313 KUHPerdata : “Perjanjian itu suatu perbuatan yang menyebabkan satu orang (subyek hukum) atau lebih mengikat dirinya pada seorang (subyek hukum) lain atau lebih”.

4. Zaakwaarneming dan onrechtmatiga daad.
• Zaakwaarneming (perwakilan sukarela) yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, walapun bagi hukum tidak perlu akibat tersebut dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan itu. Misalnya pada pasal 1354 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi :
“Jika seseorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-diam mengikat dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut, hingga orang yang diwakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu. Ia memikul segala kewajiban yang harus dipikulnya, seandainya ia dikuasakan dengan suatu pemberian kuasa yang dinyatakan dengan tegas”. Contoh: perbuatan memperhatikan (mengurus) kepentingan orang lain, dengan tanpa adanya permintaan dari orang yang berkepentingan.
• Onrechtmatigedaad (perbuatan melawan hukum), misalnya pada pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau pasal 1401 Burgerlijk Wetboek, yang menetapkan :
“Elke onrechtmatigedaad, waardoor aan een ander schade wordt toegebragt, stelt dengene door wiens shuld die schade veroorzaakt is in de verpligting om dezelve te vergoeden”.

Soebekti dan Tjitrosudibio menterjemahkannya sebagai berikut :
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.



Daftar Pustaka

Kitab Undang-Undang Hokum Perdata, pasal: 1457
Kitab Undang-Undang Hokum Pidana, pasal: 338
Undang-Undang no: 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Soeroso, R, Pengantar Ilmu Hokum, 2006, Sinar Grafika, Jakarta.
Kansil,CST, Pengantar Ilmu Hokum Dan Tata Hokum Indonesia, 1984,PN Balai Pustaka, Jakarta.

Comments